...Welcome to the world of dreams... Cewek Kuper: April 2014

HTML/javascript

April 09, 2014

TIGA

Aku harus mengaku kalah, saat dia akhirnya memilih bertemu wanita lain setelah itu. Aku seperti kelinci percobaan di meja operasi. Tubuhku belum mati. Aku hanya lemas dan seakan mati rasa. Aku tak bisa menahan keputusannya, dia punya hati dan pikiran yang bebas, yang tidak terikat, dia bisa pergi kemana saja sesuka hatinya, bertemu siapa saja yang dia suka dan makan atau minum apa saja yang dia inginkan. Aku kini seonggok ilalang kering, apabila ada sedikit api maka aku akan habis terbakar.

Aku pulang dengan sedih, namun aku rela. Carilah kebahagiaanmu sendiri, batinku mengulang sebuah kalimat yang pernah aku baca. Aku tak bisa memaksa cinta untuk mengikat sebuah hati yang belum bersedia di ikat. Aku tak bisa memaksa cupid untuk mengarahkan busur panahnya kepadaku.

Dia melepas kepergianku, sore itu. Pandangannya tenang dan rapuh. Entah bagaimana hatinya, tapi yang pasti hatiku rela, sungguh. Aku berhenti mengingat hal buruk yang sudah menimpa hidupku dan aku juga tak sudi membayangkan dirinya bersama wanita lain itu akan bersenang-senang. Aku juga melupakan semua yang sudah di janjikannya kepadaku. Itu sudah tak penting lagi kini, cinta memang tak bisa di paksakan. Aku pergi, tanpa beban.

Aku tahu, kamu tak sudi lagi berbicara padaku, tapi tolong kabari aku saat kau sudah tiba di rumah

Aku tak membalas isi pesan itu. Biarlah. Aku merasa sudah hilang harapan. Apa yang di belakangku yang kini aku tinggalkan adalah masa lalu. aku kini menuju masa depan bersama taxi yang aku tumpangi yang akan mengantarku pulang sampai ke rumah.
***

Aku menemukan kebahagiaan di rumah, sanak saudara menyambutku gembira, seolah lama tak jumpa denganku, padahal aku hanya pergi beberapa jam saja. Semua keponakanku berkumpul dan ingin bermain denganku. Bermain lempar bola adalah permainan andalah bocah lelaki, dan aku adalah lawan terbaik untuk dua keponakanku, lalu bermain gitar dan bernyanyi adalah permainan terakhir pengantar tidur mereka. Tawaku tak hilang hingga pagi, semoga selamanya aku berbahagia.

Tolong jangan abaikan aku, katakanlah sesuatu...

Pukul 10 pagi aku terbangun dan mendapati pesan dari dia. Tak begitu penting. Aku mematikan ponsel dan pergi mandi. Hari ini aku ada janji lain yang harus aku realisasikan. Beberapa teman menungguku dengan sejuta tawa, saat aku datang tawa mereka lebih riuh lagi. Selalu ada teman yang setia saat kau di rundung duka, bahkan mereka akan tahu lebih dahulu sebelum kau ceritakan masalahmu. Bahkan saat kau katakan kau tak punya banyak teman atau tidak punya teman sama sekali, percayalah bahwa kau tidak sendiri. Ada TUHAN di atas sana yang selalu setia bersamamu. Mendekatlah padaNya maka DIA akan mendekat memelukmu.

"Mari kita pergi ke taman kota dan duduk di sana sampai malam, kita bercanda, bermain teka-teki dan bercerita banyak hal..." Ajak salah satu dari temanku.

Kami beramai-ramai menyusuri keindahan taman kota, hanya kami dan kami saja. Sampai malam kami berpesta, tertawa, bercerita, seperti gerombolan pemabuk yang baru saja di usir dari kelab malam. Tapi kami pemabuk yang tidak merugikan orang lain, yang tidak berbuat onar dan tidak menyakiti hati siapapun.

Aku kembali tertidur di kamarku pukul 11 malam. Oh sudah larut. Dunia ini begitu baik padaku, sampai memberikan aku ijin untuk menikmati keindahannya hingga selarut ini. Aku ingin bermimpi indah dan esoknya adalah kenyataan yang sama terjadi seperti dalam mimpiku.

Katakanlah sesuatu, jangan diam dan mengabaikan aku, maafkan aku, aku merindukanmu...

Pesan terbaru itu ku baca pada pukul 8 pagi. Dari Dia lagi. Dia yang memutuskan untuk bertemu wanita lain  dua hari yang lalu.

Bagaimana malam-malammu bersamanya? semoga kau bahagia :). Balasku.

Please maafkanlah aku, aku ingin kau di sini.
***

Aku dan dia duduk di sebuah kafe yang sepi, kami terdiam beberapa saat. Aku sudah kalah dan haruskah aku kalah dua kali?. Apakah hari ini dia akan mempermainkan hatiku lagi? Aku terduduk dengan pikiran kalut, sekali lagi. Ku lihat dia masih terdiam dan memandangku sendu. Wajahnya di balut kengerian dan sesal, aku bisa melihat kesedihan di mata coklatnya.

"Aku kemarin sangat sedih saat kau pulang, aku merasa sendirian dan kehilangan arah.."

"Tapi kan kau bersama wanita itu, kenapa kau harus sedih?" bantahku pelan

"Tidak, aku tidak bahagia, aku selalu teringat kau" Dia menyahut lebih pelan dari suaraku

"Apa yang kau pikirkan sebenarnya, kau tidak bisa berada di antara dua orang, kau akan menjadi pihak ketiga yang mengacaukan atau kau akan di jadikan pihak ketiga yang di rugikan. Atau kau akan menjadi seseorang yang di perjuangkan dengan kekejaman. Kau tidak bisa menjadi salah satu dari tiga. Kau harus bisa memilih sesuai kata hatimu.." 

Aku berkata demikian bukan untuk berharap menjadi yang di pilih. Aku sama sekali rela dan netral sekarang. Tak punya mimpi besar tentang dia lagi.

"Kau sudah tahu jawabanku dan aku sudah memikirkan ini sejak aku bertemu denganmu"

Aku tak menyahut, hatiku sudah membatu rasanya. Yang pasti sudah ada tiga orang dalam kisah ini. Dan aku mungkin adalah orang ketiga yang menyebalkan atau mungkin orang yang di sakiti karena orang ketiga. Bisa juga kami bertiga adalah korban dari keegoisan satu hati. Aku tak tahu.

Kebohongan terbesarku adalah tetap menjadi baik sementara hatiku hancur selama dua hari, dan kebohongan dia adalah tetap setia kepadaku walau hatinya menginginkan wanita lain yang bisa memberikan apa yang selama ini dia inginkan yang tak dia dapatkan dari aku. Luka itu membekas dan tak mungkin bisa   menjadi utuh kembali.

Kami tetap berjalan beriringan, entah demi apa dan sampai kapan. Yakinkah kau bahwa cinta bisa menghapus segala kesalahan? Aku sedang menanti jawaban dari pertanyaan itu dengan cara ini.