...Welcome to the world of dreams... Cewek Kuper: Maret 2014

HTML/javascript

Maret 31, 2014

ANTARA CINTA DAN GURAUAN SEMU

Seluruh dunia ada di kepalaku
tersusun rapi bak kumpulan buku dalam rak
bahkan aku bisa mengingat 
dunia mana saja yang pernah aku jelajahi
dan aku juga hapal setiap jengkal jalan
yang sudah pernah aku lewati

seluruh janji-janji di suratnya tersimpan rapi di kepalaku
satu per satu aku ingat kalimat-kalimatnya
aku ingat tawa-tawa dari mereka
aku tahu itu dusta ataukah kebenaran
tubuhku mulai paham pun pintar akan taktik kelicikan
dan aku berharap itu tak berbalik kepadaku

Tapi kenyataanya aku masih di sini
harus di sini dan menunggu
banyak sekali janji-janji yang terucapkan
semua itu untukku?
ini membuatku gila dan tak sadarkan diri
huh.. masihkah aku percaya akan gurauan semu?

katanya aku akan menjadi ratunya
katanya aku akan menjadi ibu dari keturunannya
katanya aku akan di ajaknya keliling negeri lain yang indah
yang tak pernah aku lihat dan aku pijak sebelumnya
katanya aku akan berbahagia selamanya karena kesetiaannya
katanya aku akan tinggal di istana megah yang terang

aku menantinya,sang pujaan yang belum nampak sinarnya
aku menunggunya sang elang yang sudah menebar janji setia tahun lalu
aku mengharapkannya, sang raja yang jauh tak terjangkau 
dan aku memujanya, sang malaikat yang baik tapi tak suci lagi
aku tetap menampung semua omong kosong ini demi nadi, karena
aku hidup oleh karena cinta dan harapan saja

31/03/2014


Maret 22, 2014

TENTANG AKU, JIWAKU, DAN RACUN-RACUN ITU

Hi jiwa...
Aku merasa terlalu banyak tidur akhir-akhir ini, sehingga tubuhku menjadi lemah dan pandanganku samar-samar. Entah apa yang sedang merasuki tubuhku. Seakan duniaku kini menjadi sempit dan hanya berputar-putar pada jalur yang sama. Kiri kananku hanyalah tembok-tembok bisu, sementara depan belakang adalah bukit-bukit tinggi nan curam. Aku seakan terikat sesuatu yang aku sendiri tak tahu apakah dan siapakah itu. aku sudah meminum banyak sekali cairan racun, Ini sudah tejadi beratus-ratus hari, aku lupa sejak hari apa, _tapi aku ingat awalnya.


Para pemuja datang silih berganti memberi salam, hanya salam lalu pergi entah kemana

Para dewa memberi jawab dari beberapa tanya yang tak pernah aku ajukan sebelumnya
Para tetua menghujat habis laju pikiranku sehingga terhenti dan koma sekian lama
Para raja dan ratu bernyanyi bersahut-sahutan menyambut turunnya keajaiban yang bertubi-tubi seperti hujan badai, padahal itu hanyalah fatamorgana yang akhirnya membuat kupingku tersumbat kebisingan.


Sepertinya aku harus menemui pusat kehidupan secepatnya, untuk mengadukan keganjilan yang sedang terjadi padaku. Tapi, apakah dia punya waktu?. hm... aku tak yakin.

Sekarang aku mulai mengantuk lagi. Ah.. ini menyebalkan. Hi jiwaku ! bangunkan aku, cepat.... Aku tak mau mati lebih awal. Aku menjadi tergantung kepada jiwaku di saat seperti ini, sementara dia sama sekali tak bisa diharapkan, selalu berkata _ terserah padaku, terserah padaku_. Aku lelah terus menggerutu. Memang sedang terjadi keanehan pada sistem tubuhku, mungkin juga telah sampai kepada susunan otakku akibat dari racun-racun yang selama ini aku konsumsi.

"Berhentilah mengada-ada.." tiba-tiba jiwaku bersuara. Aku melonjak kegirangan
"kau kemana saja, dari tadi aku meneriakimu..." seruku gemas.

"Ayo ikut denganku.." katanya, aku mengikuti langkahnya tanpa bertanya, tapi aku menerka-nerka dalam hati kemanakah jiwaku akan membawaku? jalannya halus, sedikit ada liku-liku, naik turun perbukitan sama seperti yang ada di depan belakangku. 

Ada aliran sungai kecil yang airnya sangat bening. Aku ingin menyentuhnya sejenak, tapi tak ada waktu. Ada bunga-bunga hutan yang cantik dan warna-warni, aku ingin memetiknya tapi takut nanti beracun. Ada gedung-gedung bertingkat yang indah nampak terlihat dari kejauhan, seperti negeri dongeng atau negeri tetangga yang kaya minyak. Aku ingin berada di dalam salah satu gedung tinggi itu, tapi takut nanti tidak bisa keluar. Ha..Ha..Ha..Ada juga jalan bertingkat-tingkat yang padat kendaraan tapi teratur. Aku ingin mengendarai salah satu dari mobil-mobil cantik itu. Aku tak pernah melewati jalan ini sebelumnya. Ini sebenarnya mau kemana sih, aku bertanya-tanya lagi dalam hati. Ah persetan, yang pasti dia tidak akan membawaku ke jalan kematian.

"Kau terlalu santai..."Kata jiwaku setelah kami berjalan cukup lama. Aku melongo

"Santai bagaimana maksudmu, aku kan mengikutimu sambil menikmati keindahan di sekitarku?" jelasku. Tak ada jawaban. Ah dia diam, menyebalkan. aku malas melanjutkan pemikirannya.

"Apa kau mulai mengantuk..?" Tanya jiwaku lagi. Aku spontan tertawa keras

"Tentu saja tidak, bagaimana mungkin aku mengantuk, kan aku sedang berjalan..." jiwaku memandangku dan tersenyum.

"Yah, kau berjalan. tapi tahukah kau kemana tujuanmu? lanjut jiwaku. aku termenung sesaat, aku tak menemukan jawaban yang tepat dan memang aku tak punya jawaban untuk pertanyaan itu. karena aku merasa semua jalanku buntu atau tertutup sesuatu. Lalu aku menggeleng lemah.


Kami tiba di sebuah bukit hijau yang indah, setelah kami menaiki tanjakan yang tinggi namun tidak curam, penuh bunga-bunga yang sedang bermekaran, burung-burung berkicauan, ada aliran air yang tenang mengelilingi bukit ini, ada pelangi menghias langit, padahal tidak ada hujan, aku terpukau begitu lama, aku kini berada di sebuah tempat yang tak pernah aku datangi sebelumnya.

"Indah sekali... kau tahu dari mana tempat ini, jiwaku?" seruku penuh kekaguman

"Ini semua milikmu, kepunyaanmu, akan jadi milikmu jika kau berhenti mengantuk dan tertidur.."

Aku tersentak, ku pandang jiwaku yang berkata-kata penuh makna namun menusuk sekali. lalu sekali lagi aku menggeleng

"Tidak jiwaku, aku tak pantas berada di sini, karena aku tak mau mengotori tempat ini, aku adalah..." 
"Apa maksudmu?" Jiwaku sedikit tak mengerti, memotong kalimatku.

***


Aku adalah racun bagi jiwaku, yang tak pernah di ketahui jiwaku. Dan racun itu pelan namun pasti akan membunuh aku dan jiwaku. Aku membuat racun itu dengan kedua tanganku di tempat yang berbeda suatu hari, aku ingat awalnya.

Demi cinta yang mati, aku berselubung dusta mengharapkan hadirnya asmara-asmara dengan iming-iming kenikmatan surga di bawah matahari dan bulan, tanpa jiwaku tahu, atau mungkin jiwaku sudah tahu, akhirnya aku berikrar janji dengan asmara pujaanku. sementara asmara-asmara yang lain ku biarkan menunggu sumpahku dengan lunglai dan harapan semu, mereka setuju berdiri menanti dalam antrian panjang kompetisi permainanku. Aku tertawa bahagia dalam keberuntungan tak abadi, hartaku kemana-mana, uangku mengalir tenang seperti air di sungai, kerajaanku melampaui besarnya dunia ini.


Asmara pujaanku akan datang jika merasa haus akan rinduku dan sumpahku merelakan tubuhku di obrak-abrik bak singa menggasak habis daging mentah, dan aku meminum racun racikanku sendiri sebagai penawar penyesalan yang terjadi setelahnya. begitu seterusnya entah sampai kapan. Asmara pujaanku bukanlah cinta, aku tahu, dia hanyalah angin kesepian yang mencari tempat pelarian dari gersangnya suatu negeri. Dia menghilang ke negeri lain manakala aku berharap petolongan dan ia berubah menjadi serigala hitam seketika manakala aku menolak tubuhku di obrak-abrik lagi. tubuhku kini nyaris tinggal belulang rapuh. Tapi kenapa aku bertahan dalam ikrar? kenapa aku selalu berkata 'iya' untuk ajakannya? Apakah yang aku cari? 

Entahlah, itulah tadi pertanyaan yang diajukan jiwaku yang tak dapat aku jawab. tapi yang pasti aku tahu, aku telah bersumpah janji dengan sebuah dosa yang berwujud asmara. dan kini aku telah hancur olehnya, hancur menjadi remah-remah yang tak bisa di sentuh lagi, rompal bagai batu kapur yang tercungkil dengan kasar dari perbukitan tinggi. aku seolah-olah sudah di jebloskan ke dalam kesesatan hidup tanpa jalan keluar terbaik.


"Aku tak apa-apa..." Suara jiwaku lirih, selirih hembusan angin sore itu, aku semakin merasa bersalah dan bodoh. 
"Maafkanlah aku..." sesalku yang mungkin sudah terlambat. 

Beberapa saat lamanya kami terdiam. terdiam dalam pikiran masing-masing, aku dengan segala dosaku, sesalku dan khianatku kepada pusat kehidupan ini. Mati saja aku! sumpahku kepada diriku sendiri, sementara jiwaku terdiam seolah tenang, tak terjadi apa-apa, seperti mati. Hah, mati??!!. Oh..aku semakin kalut terbelenggu rasa bersalah karena racun-racun sialan itu.

"Hai jiwaku, maafkanlah aku, please kau jangan diam terus..." Aku memohon dengan gila, mungkin memang sudah gila sejak beratus-ratus hari yang lalu.

"Aku sudah memaafkanmu dan maafkanlah aku juga. Berhentilah memohon maaf, aku ini tak sempurna sama denganmu, tak ada manusia yang tak punya dosa. Dan dari ceritamu kurasa kau belum melakukan apa yang kau katakan itu. Kau hanya berimajinasi dengan alam kotormu. kau ketakutan dengan kenyataan yang belum pernah terjadi, kau mengira semua itu akan menimpamu bertubi-tubi layaknya gelombang tsunami di bumi. Benar?..."

Aku tergagap, tersadar. harusnya akulah yang membuat pengakuan itu, bukan jiwaku. kenapa selalu bertolak belakang?. AKu ini pengecut atau apa sih. atau jiwaku yang sok jadi pahlawan?

"Lalu untuk apa kau meminta maaf untuk sesuatu yang bahkan kau sendiri belum tahu itu terjadi atau tidak, bahkan berjalan saja kau belum?" jiwaku melanjutkan

"Apa aku sedang bermimpi, ada apa sih sebenarnya denganku?" tanyaku dengan ketololan yang memuakkan, memusingkan.

"Kau tertidur, maka bangunlah sekarang. kau selalu bilang mengantuk, mengantuk dan mengantuk. hidup bukanlah tentang tidur bermimpi bangun dan mengantuk lagi, tapi hidup adalah bermimpi, berdoa, bangun, bergerak dan berlari. kau sudah bangun dan bermimpi, kau juga sudah bergerak sedikit, tapi belum berlari dan berdoa. banyak tidur saja akan membuatmu kehilangan usia, banyak bermimpi saja akan membuatmu kehilangan kesempatan emas. jadi ke-lima-nya harus berjalan bersama-sama di kehidupan nyata. Mimpimu sungguh mengerikan, kau harus mengubahnya sebisa mungkin dengan impian yang lebih cantik daripada sebelumnya, dan aku yakin kau pasti bisa. Dan asmara-asmaramu itu buang saja dengan sopan, kau tak perlu menyimpan banyak asmara jika tak mau terluka. pilih saja satu atau tidak sama sekali itu lebih baik. yakinlah bahwa saat kau menjadi sinar yang paling terang, maka kedudukanmu sama dengan kejora dan kau akan bersanding dengan rembulan, itu pasti."

Aku terharu dan menangis. selalu senjata yang memenangkan adalah tangisan. Lalu aku melangkah turun dari bukit ini, mengakhiri mimpi bodoh dan sesatku, membuang khayalan yang semu dan mematikan tentang tidur dan menjadi kaya, menyedot racun-racun yang sudah mengkontaminasi hidupku, melepas satu per satu asmara yang melekat di hati dengan sopan, lalu dengan hati-hati karena tak mau merusak bunga-bunga yang indah di sini, aku turun kembali ke titik terendah dari bukit itu. kini aku adalah kami, yaitu aku dan jiwaku satu. 

Dan kami belum kalah.

Maret 18, 2014

SYAIR PENANTIAN

SYAIR PENANTIAN ( I )

Aku yang mematikan lampu
saat bulan berada tepat di atas kepalaku
dan ku lihat kau tertidur pulas di pangkuanku 

Bermimpilah
terbanglah
aku di sini denganmu
seumpama ibu yang menjaga bayinya sepanjang waktu

Lihatlah aku dalam mimpi
senandungkan lagu kisah sejati
kelak kau kan mengerti
makna bait-bait syair dari hati

Aku yang mematikan lampu
agar tak silau pandanganmu
saat kau terbangun di hari baru



SYAIR PENANTIAN ( 2 )

Kau matahari bagi jiwa
dan aku adalah bulanmu yang hampa
kau maharupa
melebihi maha raja

Aku tak berdaya
terhimpit sebongkah pesona
ah...rasanya aku ingin mati saja

Berhari-hari kau ku nantikan
hanya untuk memandangmu di bawah rembulan
dan itu sungguh mustahil pun tertahan



SYAIR PENANTIAN ( 3 )

Di mana rindu terpatri
yang akan menguatkan dua hati

Tak akan abadi dalam sendiri
nanti akan berakhir dan mati

Wahai pujaan yang jauh
biarlah angin sampaikan salam teduh

Dalam harap penantian saja
kau dan aku kelak bersua

Maret 05, 2014

TENTANG KAMU TERAKHIR KALI

aku perih
menyaksikanmu bersama bunga-bunga di jalanan
menciuminya bak seseorang yang mabuk
memeluknya bak seseorang  yang kecanduan marijuana

aku sedih
mengenang kalimat-kalimatmu yang bak senandung surga
kau suarakan di atas mimbar suci
seperti percikan air zam-zam dari sumur tanah suci

aku pedih
mendengar janji-janjimu yang seakan nyata di masa depan
kau nyatakan di atas pujian malaikat
mengikatku seakan kau menyatu dengan aku

Lebih baik kau bunuh aku
daripada harus menyaksikanmu bermain hati
kau memang lebih suka di panggil pecundang
daripada seorang pejuang
atau aku saja yang membunuhmu
di hadapan bunga-bungamu itu?
puih....

Dan aku tak akan sebodoh itu memperjuangkanmu
karena memang kau bukan satu-satunya
dan aku bukan yang termalang di antara miliaran bunga
jadi lanjutkan saja kegilaanmu
aku akan menaburkan bubuk maaf
di antara perih dan pedih hati ini


05 maret, 2014
Cibinong city